Indonesian version below | Versi Bahasa Indonesia di bawah
The theological branch of Christology, as its name suggests, focuses on the second person of the Trinity; namely Christ, including His hypostatic union, His incarnation, His work of salvation, etc. Throughout history, we can see that there have emerged multiple heresies concerning the Son of God, ranging from those that suppose Christ as fully man but not God to heresies that assume that there is only one person in the Trinity who simply changes his roles according to the situation at hand. The very fact that there have been creeds initiated to condemn these heresies supports the claim that to understand the person of Christ as perfectly as possible is a prerequisite to following, worshiping and imitating Him.
It reflects the unfortunate state of churches around the world today that the person of Christ no longer takes center stage in the ecclesiastical life as it used to. It’s as if churches have decided that they have preached enough about the person of Christ, and instead rely upon the message that good morality and simple, practical theology brings. How many times have we come to church without a single time hearing the word ‘Christ’ mentioned in the sermon? How many times have we heard preachers dare to stand behind the pulpit and talk for half an hour about the importance of moral actions but mentioning nothing about Jesus? Has the church of God truly come to the point where we think that Christ is too impractical to deserve our time?
The Christian faith does not confess that Christians need to be entertained when they come to church. The Christian faith does not confess that it holds morality and simple, practical theology at the center of its religion. The Christian faith confesses Jesus as the one true Lord and Savior and places Christ at the central point of existence. It is a great sin that the church of God is committing, when it is not worshiping Christ as it ought to. Where is the heart of the Christian that is broken every time a Lord’s Day goes by without Christ being preached? Where is the holy wrath of the Christian who cannot stand by as he watches his King not being praised and glorified as He ought to be? Where is the life of the Christian that truly kneels in prayer and cries out, “As a deer pants for flowing streams, so pants my soul for you, O God.”?
Too long have our hearts been captivated by other things than Christ. We should not dare to say that we are Christians, if we do not have the desire to strive every day to understand Christ more, to love Him deeper, and to completely live in worship of Him, both in the church and outside. Let us in sincere prayer therefore, ask for the grace of God so that His Spirit may help us know Christ better, love Him more, and live in such a way that “it is no longer I who live, but Christ who lives in me.”
Cabang teologi Kristologi, seperti namanya, berfokus pada pribadi kedua dari Tritunggal; yaitu Kristus, termasuk dwinatur-Nya, inkarnasi-Nya, karya keselamatan-Nya, dll. Sepanjang sejarah, kita dapat melihat bahwa telah muncul banyak ajaran sesat tentang Anak Allah, mulai dari yang menganggap Kristus sebagai manusia sepenuhnya tetapi bukan Tuhan hingga ajaran sesat. yang beranggapan bahwa hanya ada satu pribadi dalam Tritunggal yang hanya mengubah perannya sesuai dengan situasi yang dihadapi. Fakta bahwa ada kredo-kredo yang diawali untuk mengutuk ajaran-ajaran sesat ini, mendukung klaim bahwa untuk memahami pribadi Kristus sesempurna mungkin merupakan prasyarat untuk mengikuti, menyembah dan meniru Dia.
Ini mencerminkan keadaan gereja-gereja yang malang di seluruh dunia saat ini, bahwa pribadi Kristus tidak lagi menjadi pusat perhatian dalam kehidupan gerejawi seperti dulu. Seolah-olah gereja-gereja telah memutuskan bahwa mereka telah cukup berkhotbah tentang pribadi Kristus, dan sebaliknya bersandar pada pesan yang dibawa oleh moralitas yang baik dan teologi praktis yang sederhana. Berapa kali kita datang ke gereja tanpa satu kali pun mendengar kata ‘Kristus’ disebutkan dalam khotbah? Berapa kali kita mendengar pengkhotbah berani berdiri di belakang mimbar dan berbicara selama setengah jam tentang pentingnya tindakan moral tetapi tidak menyebut apa-apa tentang Yesus? Apakah gereja Tuhan benar-benar sampai pada titik di mana kita berpikir bahwa Kristus terlalu tidak praktis untuk layak mendapatkan waktu kita?
Iman Kristen tidak mengakui bahwa orang Kristen perlu dihibur ketika mereka datang ke gereja. Iman Kristen tidak mengakui bahwa moralitas dan teologi praktis yang sederhana adalah pusat agamanya. Iman Kristen mengakui Yesus sebagai satu-satunya Tuhan dan Juru Selamat yang sejati dan menempatkan Kristus pada titik pusat keberadaan. Ini adalah dosa besar yang dilakukan oleh gereja Tuhan, ketika ia tidak menyembah Kristus sebagaimana mestinya. Di manakah hati orang Kristen yang remuk setiap kali Hari Tuhan berlalu tanpa Kristus diberitakan? Di manakah kemarahan kudus orang Kristen yang tidak tahan melihat Rajanya tidak dipuji dan dimuliakan sebagaimana seharusnya? Di manakah kehidupan orang Kristen yang benar-benar berlutut dalam doa dan berseru, “Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah.”?
Terlalu lama hati kita terpikat oleh hal-hal lain selain Kristus. Kita tidak boleh berani mengatakan bahwa kita adalah orang Kristen, jika kita tidak memiliki keinginan untuk berusaha setiap hari untuk lebih memahami Kristus, untuk mengasihi Dia lebih dalam, dan untuk sepenuhnya hidup dalam penyembahan kepada-Nya, baik di dalam maupun di luar gereja. Oleh karena itu, marilah kita dalam doa yang tulus, mohon anugerah Allah agar Roh-Nya dapat membantu kita mengenal Kristus lebih baik, lebih mengasihi Dia, dan hidup sedemikian rupa sehingga “bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku.”.