Bertekun dalam Pergumulan – Ringkasan Kotbah 22.07.2018

big-struggle-630x418

diambil dari Yakobus 1:1-8, dibawakan oleh Vic. Jack Kawira

Di dalam hidup manusia pasti akan selalu ada pergumulan dan persoalan hidup. Ada yang menangani persoalan ini dengan mengandalkan kemampuan sendiri, ada yang bergumul sendirian hingga akhirnya memilih untuk mengakhiri kehidupannya. Manusia dalam dunia ini tidak akan mungkin terlepas dari masalah. Pertanyaannya adalah, bagaimana kita meresponinya?

Semua orang menawarkan solusi untuk mengatasi pergumulan hidup, tapi tidak semua solusi bisa kita hidupi. Banyak solusi yang terkesan penuh kebijaksanaan, tapi sebenarnya hanya omong kosong belaka. Bagaimana harusnya kita sebagai orang percaya menghadapi pergumulan dan pencobaan?

Hari ini kita akan membaca Firman Tuhan dari Yakobus 1:1-8. Di bagian ini dikatakan bahwa kita hendaknya menganggap pencobaan sebagai suatu kebahagiaan. Tidak ada satu orang pun yang berbahagia ketika masuk dalam pencobaan, ketika tidak ada uang tapi harus membayar sewa rumah, menghidupi anak istri, dll. Tapi, mengapa Yakobus bisa berkata “Berbahagialah”?

Untuk menjawab pertanyaan ini kita perlu mengetahui siapa sebenarnya sosok yang menulis surat ini. Siapa Yakobus? Siapa jemaatnya? Bagaimana natur dari surat ini bisa menggembalakan 12 suku Israel yang sedang berada di perantauan?

Luther menganggap surat Yakobus seperti surat jerami. Yakobus dianggap lebih menekankan bahwa manusia diselamatkan tidak hanya oleh iman saja, namun karena perbuatan. Luther sangat percaya kepada tulisan Paulus, bahwa manusia diselamatkan hanya melalui iman.

Namun, siapa sebenarnya Yakobus yang menulis kitab ini? Ada tiga kemungkinan:

1) Yakobus, saudara Yesus

2) Rasul Yakobus, saudara Yohanes, anak Zebedeus

3) Rasul Yakobus, anak Alfeus

Menurut Calvin, Yakobus yang dimaksud disini adalah Yakobus, anak Alfeus. Tetapi sebenarnya yang dimaksud ialah Yakobus, saudara Yesus. Pada waktu surat ini ditulis, Yakobus merupakan pemimpin jemaat di Yerusalem. Di masa ini, banyak masalah yang menimpa jemaat, termaksud dibunuhnya Stefanus, penindasan umat Kristen, dan banyaknya jemaat yang harus pergi dari Yerusalem. Peristiwa ini dikonfirmasi juga di Kis 11:19, yang menuliskan bahwa banyak jemaat yang tersebar karena penganiayaan. Mereka ini masih percaya bahwa keselamatan hanya diperuntukkan oleh orang Yahudi, sehingga mereka hanya memberitakan Injil kepada orang Yahudi.

Di masa yang sulit ini, sebagai pemimpin gereja, dengan surat ini kita bisa melihat bagaimana Yakobus tetap memperhatikan domba-dombanya meskipun sulit berhubungan dengan mereka. Ini harus kita pelajari. Kita harus memberikan diri untuk memperhatikan orang lain. Tuhan bisa menggunakan pesan singkat kita untuk memberikan sukacita ke saudara seiman kita. Ini bentuk perhatian dan pemeliharaan Tuhan kepada kita. Sayangnya, jaman sekarang ini, banyak orang hanya mementingkan kepentingan diri sendiri: yang penting schedule saya tidak terganggu, yang penting tidak berhubungan dengan saya.

Yakobus menuliskan surat ini untuk orang-orang Israel dalam perantauan. Mereka merantau untuk menghindari kekeringan dan aniaya. Mereka yang pergi ini mengalami pengalaman dislocation: kesepian, harus beradaptasi. Begitu juga kita yang sekarang sedang merantau dari tanah air kita, pastinya juga merasakan homesick. Khususnya kita orang percaya, kadang kita kesulitan untuk mencari tempat ibadah. Kita perlu hati-hati dalam hal ini, kita yang rajin pelayanan jika tidak menemukan tempat ibadah yang bisa membuat kita bertumbuh, pasti akan mengalami kemunduran secara spiritual. Kemunduran spiritual ini membuat kita sangat rentan untuk hanyut dalam berbagai pergumulan hidup. Disinilah pentingnya persekutuan dengan saudara seiman. Kita bisa saling berbagi pergumulan, dan ada saudara seiman yang bisa berdoa untuk kita. Inilah peran yang harus kita jalankan: untuk saling memperhatikan saudara seiman kita.

Dalam surat Yakobus yang sudah kita baca, kita dipanggil untuk meresponi segala pergumulan dalam iman, yang nantinya akan menghasilkan ketekunan. Segala pergumulan yang kita hadapi merupakan alat untuk menguji iman kita. Waktu kita mengalami pergumulan hidup, bersyukurlah! Sebab disini iman kita sedang dimurnikan dan diuji! Dalam setiap pergumulan, kita diuji.  Apakah kita akan kompromi? Apakah kita akan tetap mengandalkan Tuhan? Ketika kita bertekun dalam iman dan tidak kompromi, kita bisa melihat Tuhan bekerja dalam hidup kita, memurnikan iman kita. Paulus sendiri mengatakan di surat Filipi bahwa apa yang dulu ia anggap sebagai keuntungan sekarang ia anggap sebagai sampah, yang paling ia inginkan ialah persekutuan dalam penderitaan bersama Kristus.

Ayat 4 menuliskan bahwa meskipun kita bergumul, kita tidak akan kekurangan suatu apapun. Bagaimana bisa dalam pergumulan, kita tidak kekurangan apapun? Ketika orang sedang bergumul di dalam Tuhan, ia tidak akan kekurangaan karena Tuhan yang pelihara dia. Kita menjadi sempurna, menjadi utuh, hanya dengan beserah dan bersandar dalam Tuhan. Orang yang hidupnya selalu bersandar pada Tuhan akan bersukacita dalam menghadapi masalah. Mereka bisa lihat pekerjaan Tuhan, dan dalam ketekunan iman mereka, mereka diselamatkan. Iman mereka dikonfirmasi dengan perbuatan mereka. Inilah poin dari Yakobus, bahwa hanya orang yang hidup bersandar dengan Tuhan, yang menunjukan iman mereka dalam perbuatan mereka, yang diselamatkan.

Sebagai manusia kita memiliki banyak kekuatiran. Di Ayat 5, Yakobus berkata bahwa hendaklah kita meminta hikmat kepada Tuhan dalam iman. Yakinlah bahwa Tuhan akan memberikan hikmat kepada kita. Orang yang dua hati, yang kompromi, jangan harap akan menerima sesuatu dari Tuhan. Apalagi jika kita sudah berkompromi dan berdoa supaya hasil kompromi kita ini berhasil.

Bagaimana dengan keadaan hari ini? Berapa banyak dari kita yang mengandalkan diri sendiri? Berapa banyak dari kita yang mengandalkan Tuhan? Di saat keadaan begitu susah, apa kita tahan uji? Kita harus belajar lagi mengasihi dan bersandar kepada Tuhan, karena hidup kita tidak mungkin lepas dri permulan. Jika kita tidak bersandar pada Tuhan, maka kita bisa jatuh dalam godaan.

Orang Kristen dipanggil untuk menjadi wanderer, menjadi musafir, bukan menjadi warga negara dunia. Orang dunia berusaha mencari settlement. Mereka mencari suatu hal yang bisa diandalkan: pekerjaan yang stabil, investasi properti sana sini, semua supaya bisa hidup nyaman dan aman. Kita tidak pernah dipanggil untuk hidup settle, untuk hidup nyaman. Yesus sendiri memerintahkan kita untuk mengikuti Dia dan memikul salib. Jangan jadikan hal yang tidak perlu membuat kita settle dan menjadi sumber pergumulan kita.

Kiranya dalam pergumulan kita bisa terus bersandar kepada Tuhan dan bertekun dalam iman kita.


(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pembicara yang persangkutan – FK)