Bersukacita dalam Kristus – Ringkasan Kotbah 31.03.2019

Bacaan Alkitab: Yesaya 66: 5-14
Pengkotbah: Pdt. Billy Kristanto

Menurut kalender gereja, minggu ini merupakan Minggu Laetare, yang berarti Minggu Sukacita. Dalam hal ini kita memakai kata “sukacita” (joy), bukan “kesenangan” (happiness).  Bukan karena kesenangan merupakan hal yang tabu, namun karena kesenangan cenderung subjektif menurut suasana hati kita masing-masing. Dalam Mazmur 84:7 dikatakan bahwa manusia yang kekuatannya di dalam Tuhan, apabila melintasi lembah Baka akan membuatnya menjadi tempat yang bermata air. Disini kita bisa melihat bahwa bagi orang-orang di dalam Tuhan, bukan kondisi luar yang mempengaruhi hati, namun dari dalam hati orang percaya harusnya menggarami dan menerangi dunia luar. Orang Jerman khususnya senang sekali dengan cuaca bagus. Jika cuaca sedang bagus, baru mood menjadi bagus. Jika kita sebagai orang kristen juga bergantung dengan cuaca bagus di luar, maka ini bukan orang kristen. Orang kristen harus bisa melampaui cuaca. Orang yang dipengaruhi cuaca tidak akan menggarami apa-apa, hidupnya bergantung pada cuaca.

Dari Mazmur 84:7, kita melihat bahwa hidup mereka tidak dikendalikan dengan mereka sedang berada dimana, melainkan mereka yang mengendalikan kondisi. Begitu juga dengan di dalam gereja, kondisi jumlah jemaat bukan segalanya, tapi juga bukan tidak berarti apa-apa. Selama ini banyak yang mengatakan bahwa gereja-gereja di Eropa sekarang kosong. Namun ketika saya berjalan-jalan disini dan mengunjungi gereja-gereja, saya melihat bahwa sesungguhnya gereja katolik tidak kosong, malah ketika ibadah sangat ramai dikunjungi jemaat. Justru yang kosong adalah gereja protestan. Kenapa demikian? Kenapa gereja protestan melempem? Karena mungkin saja gereja protestan selama ini tidak menggarami lingkungan di sekitar dan justru malah terbawa arus dunia.

Di bacaan Alkitab kita hari ini ada tertulis untuk bersukacita “bersama-sama Yerusalem”. Apa maksudnya? Yerusalem di dalam Perjanjian Lama merupakan kota suci karena disana ada Bait Allah, tempat orang beribadah di hadapan Tuhan. Apakah kita harus secara literal bersukacita bersama kota Yerusalem sekarang? Tidak, Yerusalem yang dimaksud disini merupakan Yerusalem sebagai tempat orang yang bisa beribadah kepada Tuhan, Yerusalem sebagai komunitas orang percaya yang berkumpul untuk beribadah.

Apa dasar dari sukacita kita untuk “bersukacita bersama Yerusalem”? Kita bisa lihat di ayat 6-9. Dalam ayat-ayat ini dipakai argumen from lesser to greater. Kalau sesuatu saja begini, apalagi begini (66:9 “Masakan Aku membukakan rahim orang dan tidak membuatnya melahirkan?”). Argumen-argumen ini ingin menyampaikan bahwa apa yang dimulai oleh Tuhan akan diselesaikan. Inilah dasar dari sukacita kita, bahwa pekerjaan Tuhan akan dikerjakan! Ada orang-orang yang sukacitanya di dunia ini hanya untuk diri sendiri. Kita sebagai orang kristen sepatutnya harus bersukacita, namun jika sumber sukacita kita hanya urusan diri kita sendiri, apa bedanya kita dengan orang dunia?

Ada dua macam orang kristen di dunia ini, 1) yang mencintai Umat Allah dan gereja, 2) yang tidak peduli akan Umat Allah tapi mereka tetap berpikir bahwa mereka kristen. Orang-orang seperti ini mungkin rutin mengikuti kebaktian, namun tidak ada hati untuk gereja. Kita sebagai orang kristen, seringkali ketika kita masuk dalam gereja khususnya di Eropa, kita memperlakukan gereja sebagai tourist attraction, tidak ada sikap yang serius, kita bercanda, tidak ada pikiran bahwa kita sedang memasuki Rumah Tuhan. Ide tentang sesuatu yang sakral tidak ada dalam iman protestan karena kita percaya bahwa semua saat, semua tempat sama, tidak ada yang khusus. Sayangnya, kepercayaan ini membuat kita lupa bahwa kita sedang berada di Rumah Tuhan. Akhirnya sense of holiness, sense of sacredness itu hilang. Inilah yang membuat gereja protestan makin lama makin liberal, yang membuat protestan dan sekularisme makin lama tidak bisa dibedakan.

Dalam ayat 10 ditulis bahwa yang bersukacita ialah semua yang mencintai Yerusalem. Apakah kita mencintai gereja kita? Apakah kita merasa sedih sewaktu melihat gereja kita kosong? Sewaktu kita tahu bahwa gereja kita tidak ada kemajuan? Atau apakah kita cuek? Saya yakin Paulus ketika berada di Surga, pastilah ia orang yang paling besar sukacitanya karena ia begitu mencintai gereja. Hidup mati Paulus hanya untuk jemaat Tuhan.

Bagian akhir ayat 10 menuliskan bahwa orang-orang yang berkabung karena Yerusalem yang bisa bersukacita. Apa yang membuat kita berkabung? Apakah sebab kekesalan hati kita? Apakah karena kita tidak bisa mendapatkan barang belanjaan? Ini hal yang sama sekali tidak berhubungan dengan Kerajaan Allah. Kita perlu renungkan lagi, ketika kita berkabung, apa sebabnya? Apa ada kaitannya dengan Kerajaan Allah? Ini akan menunjukkan, dimana kita menaruh prioritas kita dalam hidup.

Ayat 11 menuliskan “supaya kamu mengisap dan menjadi kenyang dari susu yang menyegarkan kamu, supaya kamu menghirup dan menikmat idari dadanya yang bernas”. Dalam ayat ini digambarkan bahwa Yerusalem (gereja) seperti ibu, daripadanya kita bisa mengisap sampai kenyang. Gereja harusnya memberikan makanan rohani. Apakah kita mendapat makanan dan minuman rohani dari gereja ini? Jika ya, gereja ini berarti diberkati Tuhan. Namun bahaya jika kita datang ke gereja ini dan tapi tetap kering. Kita orang percaya tidak diselamatkan karena kita memiliki label reformed injili, tapi karena kita bergumul. Kita tidak tertarik dengan kekristenan yang hanya sebagai kultur. Gereja yang kelimpahan makanan dan minuman rohani adalah gereja yang bersukacita.

Ayat 12 mengatakan bahwa kekayaan bangsa-bangsa mengalir seperti batang air yang membanjir. Saat Tuhan mendirikan bait suci, Ia menggerakkan bangsa-bangsa lain. Kita sebagai orang asing yang tinggal di negara ini, seharusnya kita membawa perubahan bagi hidup orang-orang yang tinggal disini, dalam takaran kita masing-masing. Kita sebagai orang Indonesia, bisa bersekolah disini dengan biaya murah berarti kita mendapat berkat dari bangsa lain. Seharusnya kita berpikir, bagaimana kita juga bisa menjadi berkat untuk bangsa-bangsa lain juga, bagaimana kita memberkati bangsa ini, membawa dampak positif bagi bangsa ini? Apakah kita bisa “membanjiri” Jerman dengan kehidupan kita? Jangan sampai kita malah menjadi beban!

Jika kita baca, urutan ayat-ayat ini menarik. Di ayat-ayat sebelumnya kita diajak untuk bersukacita, baru di ayat 13 ada penghiburan. Orang yang mengerti sukacita yang sejati, ia ada dukacita, ia berkabung, namun ia akan menerima penghiburan. Janganlah kita menjadi orang kristen yang stoik, yang tidak ada dukacita. Kita harus terlebih dahulu mengerti artinya penderitaan dan bagaimana dalam penderitaan kita dengan rendah hati menangis di hadapan Tuhan. Dengan begini kita bisa menerima penghiburan dan bisa menghibur orang lain. Jika orang berpikira bahwa di dalam diri mereka tidak ada persoalan, maka mereka tidak akan memberi diri mereka dihibur oleh Tuhan. Dalam bahasa Indonesia, hanya ada satu kata “hiburan”. Namun dalam bahasa Inggris, kata “hiburan” bisa berarti entertainment (Unterhaltung) atau consolation (Trost). Kedua kata ini memiliki makna yang berbeda. Tuhan tidak berjanji untuk memberikan entertainment dalam dunia, namun Tuhan akan berikan consolation di Yerusalem. Dalam ratapan kita di dalam hadirat Tuhan kita akan dihibur. Jika kita mengerti kuasa penghiburan Tuhan, kita akan mengerti apa itu sukacita yang sejati. Orang yang dalam kehidupannya percaya pada kuasa kebangkitan Kristus, orang-orang inilah yang dalam hidupnya bisa menyangkal diri karena ia tahu bahwa ia tidak akan hancur. Seperti Yesus yang telah memecah-mecah tubuhNya karena Ia tahu Ia akan bangkit, kita pun akan rela memecah-mecah tubuh kita karena kita tahu kita akan mendapatkan sukacita sejati dalam Kristus.


(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkotbah yang persangkutan – FK)